DAMPAK KEBIJAKAN KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TERHADAP PERDAGANGAN SAHAM DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Bahan
Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam
semua aktifitas ekonomi. Dampak langsung perubahan harga minyak ini adalah
perubahan-perubahan biaya operasional yang mengakibatkan tingkat keuntungan
kegiatan investasi langsung terkoreksi. Secara sederhana tujuan investasi
adalah untuk maksimisasi kemakmuran melalui maksimisasi keuntungan, dan
investor selalu berusaha mananamkan dana pada investasi portofolio yang efisien
dan relatif aman.
Kenaikan
harga BBM bukan saja memperbesar beban masyarakat kecil pada umumnya tetapi
juga bagi dunia usaha pada khususnya. Hal ini dikarenakan terjadi kenaikan pada
pos-pos biaya produksi sehingga meningkatkan biaya secara keseluruhan dan
mengakibatkan kenaikan harga pokok produksi yang akhirnya akan menaikkan harga
jual produk. Multiple
efek dari kenaikan BBM ini antara lain meningkatkan biaya overhead pabrik karena
naiknya biaya bahan baku, ongkos angkut ditambah pula tuntutan dari karyawan
untuk menaikkan upah yang pada akhirnya keuntungan perusahaan menjadi semakin
kecil. Di lain pihak dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak tersebut akan
memperberat beban hidup masyakarat yang pada akhirnya akan menurunkan daya beli
masyarakat secara keseluruhan. Turunnya daya beli masyarakat mengakibatkan
tidak terserapnya semua hasil produksi banyak perusahaan sehingga secara
keseluruhan akan menurunkan penjualan yang pada akhirnya juga akan menurunkan
laba perusahaan.
Gejolak
harga minyak dunia sebenarnya sudah mulai terlihat sejak tahun 2000. Tiga tahun
berikutnya harga terus naik seiring dengan menurunnya kapasitas cadangan.
Ada sejumlah faktor penyebab terjadinya gejolak ini, salah satunya adalah
persepsi terhadap rendahnya kapasitas cadangan harga minyak yang ada saat ini,
yang kedua adalah naiknya permintaan (demand)
dan di sisi lain terdapat kekhawatiran atas ketidak mampuan negara-negara
produsen untuk meningkatkan produksi, sedangkan masalah tingkat utilisasi kilang di
beberapa negara dan menurunnya persediaan bensin di Amerika Serikat juga turut
berpengaruh terhadap posisi harga minyak yang terus meninggi, (Republika
Online, Selasa 28 Juni 2005).
Hal
ini kemudian direspon oleh pemerintah di beberapa negara di dunia dengan
menaikkan harga BBM. Demikian juga dengan Indonesia, DPR akhirnya menyetujui
rencana pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak pada hari
Selasa 27 September 2005 sebesar minimal 50 %. Kebijakan kenaikan harga
BBM dengan angka yang menakjubkan ini tentu saja menimbulkan dampak yang
signifikan terhadap perekonomian sehingga kebijakan ini menimbulkan banyak
protes dari berbagai kalangan. Keputusan pemerintah menaikkan harga bensin,
solar, dan minyak tanah sejak 1 Oktober 2005 akibat kenaikan harga minyak
mentah dunia hingga lebih dari 60 Dolar AS per barel dan terbatasnya keuangan
pemerintah ini direspon oleh pasar dengan naiknya harga barang kebutuhan
masyarakat yang lain. Biaya produksi menjadi tinggi, harga barang kebutuhan
masyarakat semakin mahal sehingga daya beli masyarakat semakin menurun. Secara
makro cadangan devisa negara banyak dihabiskan oleh Pertamina untuk mengimpor
minyak mentah. Tingginya permintaan valas
Pertamina ini, juga menjadi salah satu penyebab terdepresinya nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS (Metrotvnews.com, 28 September 2005).
Terjadinya
hubungan timbal balik antara naiknya biaya produksi dan turunnya daya beli
masyarakat berarti memperlemah perputaran roda ekonomi secara keseluruhan di
Indonesia. Kondisi ini dapat mempengaruhi iklim investasi secara keseluruhan
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek naiknya
harga BBM tersebut disikapi oleh pelaku pasar, khususnya pelaku pasar modal
sebagai pusat perputaran dan indikator investasi.
Kontroversi
kenaikan harga minyak ini bermula dari tujuan pemerintah untuk menyeimbangkan
biaya ekonomi dari BBM dengan perekonomian global. Meskipun perekonomian
Indonesia masih terseok mengikuti perkembangan perekonomian dunia, akhirnya
kebijakan kenaikan BBM tetap dilaksanakan mulai tanggal 1 Oktober 2005.
Akibatnya, perilaku investasi di Indonesia sangat memungkinkan mengalami
perubahan. Setiap peristiwa berskala nasional apalagi yang terkait langsung
dengan permasalahan ekonomi dan bisnis menimbulkan reaksi para pelaku pasar
yang dapat berupa respon positif atau respon negatif tergantung pada apakah
peristiwa tersebut memberikan stimulus positif atau negatif teradap iklim
investasi. Berdasarkan pada argumentasi di atas, maka dimungkinkan akan terjadi
reaksi negatif para pelaku pasar modal setelah pengumuman tersebut. Tetapi jika
yang terjadi sebaliknya bahwa kenaikan harga BBM ini direaksi positif oleh
pelaku pasar, maka kesimpulan sederhana dari dampak peristiwa pengumuman
tersebut adalah bahwa naiknya harga BBM memberikan stimulus positif pada
perekonomian Indonesia.
Dengan
berkembangnya kontroversi pro dan kontra terhadap kenaikan harga BBM tersebut,
penelitian ini berusaha mengetahui dampak langsung peristiwa kenaikan BBM
terhadap aktifitas perdagangan saham pada pasar modal Indonesia. Dengan
penelitian ini diharapkan dapat diketahui reaksi atau respon dan perilaku
pelaku pasar modal terhadap sebuah peristiwa ekonomi dan dampaknya terhadap
iklim investasi secara keseluruhan di Indonesia. Dengan mengetahui perilaku
para pelaku pasar modal akan dapat diramalkan tanggapan dan reaksi pasar
terhadap suatu peristiwa ekonomi dan bisnis di masa yang akan datang.
Pada
hakekatnya investor dalam melakukan investasi akan berusaha menanamkan modalnya
pada saham perusahaan yang mampu memberikan return
atau keuntungan yang bisa berupa dividen
dan atau capital gain.
Dengan return ini
akan tercapai tujuan pokok dari investasi yaitu maksimisasi kemakmuran dengan
peningkatan kekayaan. Oleh karena itu, perusahaan selalu berusaha memberikan
informasi atau sinyal tingkat pengembalian sebagaimana yang diharapkan investor
(return saham)
yang berupa capital gain dan
dividen tersebut.
Perusahaan selalu berusaha menjadikan sahamnya menjadi menarik bagi investor
dengan berbagai kebijakan teknis maupun politis.
Tujuan
investor dalam berinvestasi adalah memaksimalkan return, tanpa melupakan faktor risiko
investasi yang harus dicapainya. Return
merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi
dan juga merupakan keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang
dilakukannya. Berbagai peristiwa ataupun kebijakan yang dilakukan pemerintah
mempunyai dampak terhadap perekonomian dan iklim investasi, jika
peristiwa-peristiwa tersebut mengakibatkan perubahan return saham. Jika suatu
peristiwa mengakibatkan meningkatnya return
saham, berarti peristiwa tersebut direspon positif oleh para pelaku
ekonomi atau pelaku pasar, sehingga suatu kebijakan pemerintah menjadi efektif
manakala kebijakan tersebut direspon positif oleh investor. Sebaliknya
kebijakan tersebut menjadi tidak efektif jika kebijakan tersebut direspon
negatif oleh investor.
Dengan
dasar penelitian-penelitian tersebut, penelitian ini dapat disebut sebagai event study replication
untuk mendeteksi reaksi pasar dengan menganalisis aktivitas perdagangan saham
di sekitar peristiwa pengumuman berlakunya kenaikan harga BBM. Penggunaan return saham dan volume
perdagangan saham untuk mengetahui perilaku investor karena return dan volume
perdagangan saham relatif lebih sensitif untuk mendeteksi reaksi atau perilaku
investor terhadap adanya peristiwa. Return
saham menunjukkan keuntungan riil dari sebuah investasi saham dan
volume perdagangan saham merupakan aktifitas atau perilaku riil yang dilakukan
investor sebagai respon adanya suatu peristiwa.
1.2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas permasalahan utama yang ingin dibahas dalam penelitian
ini adalah apakah kebijakan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) berpengaruh
terhadap perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Untuk menjawab
permasalahan penelitian tersebut adalah dengan cara menjawab
pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apakah
terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata return saham yang diperoleh pemodal
(investor) sebelum dan sesudah peristiwa kenaikan harga BBM 2005.
2.
Apakah
terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata aktifitas volume
perdagangan saham sebelum dan sesudah peristiwa kenaikan harga BBM 2005.
1.3.
Tujuan Penelitian
1.
Mengidentifikasi
apakah terdapat perbedaan rata-rata return
saham antara sebelum dan sesudah peristiwa kenaikan harga BBM 2005.
2.
Mengidentifikasi
apakah terdapat perbedaan rata-rata volume perdagangan saham antara sebelum dan
sesudah peristiwa kenaikan harga BBM 2005.
1.4.
Manfaat Penelitian
1.
Sebagai
masukan bagi investor untuk mengetahui reaksi pasar modal Indonesia terhadap
peristiwa kenaikan harga BBM 2005.
2. Sebagai
masukan bagi kalangan pengamat dan pelaku pasar modal dalam menambah wawasan
serta bahan penelitian lebih lanjut mengenai reaksi pasar modal Indonesia
terhadap peristiwa (event)
baik yang bersifat teknis maupun politis.
Harga Jual Eceran Minyak Bakar Dalam Negeri dan Bahan Bakar
Minyak Bunker Internasional
Mengacu kepada SK
Direktur Utama PT PERTAMINA (PERSERO) No. 027/C00000/2005/-S3 tanggal 28 April
2005, tentang Harga Jual Eceran Minyak Bakar Dalam Negeri dan Bahan Bakar
Minyak Bunker Internasional, terhitung tanggal 01 Mei 2005 memberlakukan harga
Jual yang baru sebagai berikut:
Harga Jual Dalam Negeri
Minyak Bakar : Rp. 2.600 /Liter
Harga Jual Bahan Bakar Minyak Bunker Internasional (US Cent/Liter):
Minyak Solar : 51.60
Minyak Diesel : 49.30
Minyak Bakar : 29.00
Harga diatas sudah termasuk PPN 10%.
Harga Jual Dalam Negeri
Minyak Bakar : Rp. 2.600 /Liter
Harga Jual Bahan Bakar Minyak Bunker Internasional (US Cent/Liter):
Minyak Solar : 51.60
Minyak Diesel : 49.30
Minyak Bakar : 29.00
Harga diatas sudah termasuk PPN 10%.